Hub. Al-Dunya, Itba’
Al-Hawa, Thama’ dan Hasad
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas materi
kuliah Akhlaq-Tasawuf yang diampu oleh bapak Prof.Dr. Alwan Khoiri
Disusun
Oleh :
1.
Dina Nabilasya z NIM
: (13120072)
2.
Nafi’ Rotus Sholikah. NIM : (13120068)
UIN SUNAN KALIJAGA
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
JURUSAN
SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin.Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa
‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.
Puji syukur
marilah kita haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberi rahmat kepada
kita semua.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW.
Penulis menyusun makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah AKHLAQ-TASAWUF
yang diampu oleh bapak Prof.Dr. Alwan Khoiri. Dalam menulis makalah ini, penyusun merasa banyak
kekurangan dan kekhilafan dikarenakan penyusun masih dalam tahap belajar.
Akan tetapi, harapan penyusun semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya dan semoga kita memperoleh rida Allah SWT.
Amin ya rabbal ‘alamin.
Yogyakarta, 10 September 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………...…….i
Daftar Isi………………………………………………………………................... ii
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..…….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………….…….…..2
Pembahasan
A. Apakah pengertian dari
akhlak tercela ………………………………………………………1
B. Apa pengertian Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad ……...……………………………2
C. Penjelasan mengenai Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad ….3
Penutup
A. Kesimpulan……………………………………………………………..1
B. Saran……………………………………………………………………2
Daftar Pustaka………………………………………………………….iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah.
Dewasa ini tindakan
kejahatan semakin meningkat. Berita-berita tentang kriminal seperti pencurian
kendaran (curanmor), perampokan, penipuan bahkan pemerkosaan hampir setiap hari
kita lihat
baik melalui televisi, media cetak maupun media masa lain. Hal ini menunjukan bahwa moralitas atau
akhlak manusia semakin menurun.
Akhlak sangat
berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki manusia. Sifat yang dimiliki
manusia adalah sifat baik dan sifat tercela (buruk). Sifat-sifat tersebut
tergantung bagaimana manusia menyikapinya.
Seseorang yang mempunyai sifat baik dan selalu mengisi hati dan perilakunya dengan hal-hal yang baik, maka ia
akan terhindar dari tindakan-tindakan yang tercela dan yang merugikan orang
lain. Bagitupula sebaliknya, apabila seseorang memiliki sifat-sifat tercela
namun tidak berusaha membuang sifat-sifat tercela itu maka sifat tercela
tersebut akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang bisa merugikan dirinya
sendiri maupun orang lain. Sebagai tolak ukur perilaku manusia maka sifat baik dan dan sifat
tercela perlu dipahami oleh setiap orang, sehingga ia dapat membedakan
bagaimana sifat baik dan sifat tercela. Setelah ia paham maka akan mudahlah
baginya untuk melakukan tazkiyat al-nafs (membersihkan jiwa) yang merupakan
salah satu tujuan terpenting dalam dunia tasawuf.
B. Rumusan
Masalah.
Permasalahan
yang kami angkat pada makalah ini adalah :
1. Apakah
pengertian dari akhlak tercela?
2. Apa pengertian Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad?
3. Penjelasan mengenai Hub. Al-Dunya,
Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dari
Akhlak Tercela.
Seorang hamba yang ingin mendekatkan diri kepada Allah harus terlebih
dahulu mengosongkan dirinya dari akhlak yang tercela kemudian mengisinya dengan
akhlak yang terpuji karena Allah adalah Dzat Yang Maha Suci hanya dapat
didekati oleh hamba-Nya yang suci jiwanya.
B.
Pengertian Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad.
1)
Hub al-Dunya
Hub al- Dunya menurut bahasa adalah mencintai dunia, adapun
menurut istilah adalah mencintai dunia yang disangka mulia dan di akhirat
menjadi sia-sia.
Definisi di atas dapat dipahami bahwa hubb
al-dunya berarti mencintai kehidupan dunia dengan melalaikan
kehidupan akhirat. Di sini timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan dunia?
Segala sesuatu yang tidak membawa manfaat di akhirat, menurut K.H Ahmad Rifa'I,
itulah yang dinamakan dunia, dan disebut juga dengan dunia haram. Dengan
perkataan lain bahwa dunia haram adalah hal-hal yang bersifat duniawi yang
tidak digunakan untuk mendukung taat beribadah kepada Allah, sehingga
keduniawian tersebut tidak bermanfaat untuk kehidupan di akhirat. Begitu juga
harta banyak yang halal tetapi tidak dibelanjakan di jalan Allah, seperti tidak
dikeluarkan zakatnya, tidak digunakan untuk infaq fi sabilillah, dan
tidak digunakan untuk shodaqoh, maka harta tersebut menjadi fitnah dan termasuk
dunia haram.
2)
Itba' al-Hawa
Dalam kitab Ri'ayat al-Himmat
diungkapkan definisi Itba' al-Hawa sebagai berikut : Itba' al-Hawa menurut
bahasa berarti mengikuti hawa nafsu adapun menurut Istilah syara' berarti orang
lebih mengikuti jeleknya hati yang diharamkan oleh hukum syari'at itulah orang
mengikuti hawa maksiat.
Definisi di atas dapat dipahami bahwa Itba'
al-Hawa berarti sikap menuruti hawa nafsu untuk melakukaan
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh hukum Syara'. Orang yang
mengikuti hawa nafsu, demikian menurut K.H. Ahmad Rifai' , berarti buta mata
hatinya karena ia tidak mengetahui adanya Allah. Orang yang seperti ini
akan tersesat dari jalan Allah, bahkan menjadi
kawannya setan, dan ia melupakan kebagiaan hidup yang kekal dan hakiki di
akhirat
Pendapat K.H. Ahmad Rifa'I ini sejalan dengan
firman Allah dalam surat Shad ayat 26:
ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله إن الذين
يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديد بما نسوا يوم الحسا
Artinya : “ Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia
menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan
Allah akan mendapat siksa yang sangat pedih karena meneka melupakan hari
penghitungan.”
3) Al-Thama'
K.H.
Ahmad Rifa'I memberikan definisi al-thama' sebagai berikut : Yang dimaksud thama' menurut tarajumah adalah rakus hatinya. Sedang
menurut istilah adalah sangat berlebihan cintanya terhadap dunia tanpa
memperhitungkan haram yang besar dosanya.
Definisi di atas dapat dipahami bahwa thama' berarti sifat rakus yang sangat berlebihan terhadap keduniawian,
sehingga tidak mempertimbangkan apakah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh
keduniaawian itu hukumnya halal dan haram, yang penting dapat memperoleh
kemewahan hidup di dunia.
4) Hasad
Definisi al-hasad diungkapkan dalam kitab Ri'ayat al-Himmat sebagai berikut : Hasad menurut bahasa berarti dengki, sedang menurut istilah syara' berarti,
mengharapkan sirnanya kenikmatan Allah yang berada pada orang Islam baik berupa
kebajikan ilmu, ibadah yang sah dan jujur, harta, maupun yang semisalnya.
Sementara al-Ghazali memberikan definisi, hasad adalah benci kepada kenikamatan dan menyukai hilangnya kenikmatan itu
dari orang Islam yang diberi kenikmatan tersebut. Dengan demikian hasad berarti mengharapkan hilangnya kenikmatan dari orang lain.
C.
Penjelasan
mengenai Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad.
1.
Hub. Al-Dunya
Sejalan dengan pendapat KH. Ahmad Rifa'i,
al-Ghazali mengatakan bahwa segala sesuatu yang memberikan keuntungan, bagian,
tujuan, nafsu syahwat, dan kelezatan kepada manusia yang diperoleh langsung
sebelum mati disebut dunia.
Selanjutnya al-Ghazali menjelaskan lebih rinci
tentang pengertian dunia sebagai berikut:
a.
Sesuatu yang menemani manusia di akhirat dan pahalanya kekal
bersamanya sesudah mati, yakni ilmu dan amal, ini tidak tergolong dunia
melainkan akhirat. Adapun ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu tentang Allah,
sifat-sifatNya, af'alNya, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya,
alam malakut bumi dan langitNya, serta ilmu yang disyari'atkan oleh nabiNya.
Sedangkan amal yang dimaksud di sini adalah amal ibadah yang ikhlas karena
Allah semata
b. Segala sesuatu yang memberikan keuntungan dan
kelezatan kepada manusia yang langsung diperoleh di dunia akan tetapi tidak
memberikan pahala baginya di akhirat, seperti kelezatan yang diperolehnya
dengan melakukan segala macam perbuatan maksiat dan bersenang-senang
dengan hal-hal yang mubah akan
tetapi melewati kadar kebutuhan, maka hal ini tergolong dunia yang tercela.
c.
Segala sesuatu yang memberikan keuntungan kepada manusia dan langsung
diperoleh di dunia untuk menolong kepada amal perbuatan akhirat, seperti
sekedar makanan, pakaian sederhana, dan lain sebagainya yang merupakan sarana
pokok demi kelangsungan hidup manusia dan kesehatannya agar dapat menghantarkan
kepada ilmu dan amal, maka hal ini tergolong akhirat karena makanan, pakaian,
dan kebutuhan pokok tersebut digunakan sebagai sarana untuk menolong amal
perbuatan akhirat. Namun demikian, jika faktor yang mendorongnya hanya sekedar
memperoleh keuntungan langsung di dunia, tidak dijadikan sebagai sarana untuk
taqwa kepada Allah, maka hal ini bukan tergolong akhirat melainkan tergolong
dunia.
Memperhatikan uraian di atas, maka dapat
dikatakan bahwa yang dimaksud dengan dunia ialah segala sesuatu yang tidak
dijadikan sarana untuk takwa kepada Allah dan tidak membawa manfaat di akhirat.
Seseorang yang mencintai dunia
akan mengakibatkan dirinya banyak
melakukan kesalahan dan berbuat dosa seperti berbuat maksiat, keji, dan munkar,
karena ia melupakan Allah SWT. Sebagaimana Rasulullah SAW menjelaskan: "Cinta terhadap dunia
merupakan pangkal setiap kesalahan". Dijelaskan juga dalam al-Qur'an: "Dan
celakalah bagi orang-orang kafir karena mendapat siksaan yang sangat pedih,
yaitu orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan
akhirat".
Dengan
demikian setiap orang mukmin harus senantiasa beramal demi memperoleh
kebahagiaan hidup di akhirat jangan tergiur dan terpukau oleh kemewahan dunia,
seperti kekayaan, pangkat, kesenangan, dan kenikmatan, kecuali sekedar hajat
yang diperlukan untuk menolong beribadah kepada Allah. Disamping itu, hati
seorang mukmin tidak boleh bergantung kepada kemewahan dunia karena hal tersebut
dapat melupakan Allah dan melalaikan kebahagiaan hidup di akhirat. Berkaitan
hal ini K.H Ahmad Rifa'i mengatakan : Wajib berpaling dari dunia maksiat sunat
berpaling dari dunia halal juga sunat meninggalkan (dunia) makruh sunat
mengambil dunia halal yang dijadikan pertolongan untuk melakukan kebijakan yang
bermanfaat di akhirat wajib mengambil dunia yang diperlukan yang halal jika
tentu menolong taat terhadap kewajiban kemudian hasilnya mengangkat derajad.
Bait nazam di atas menjelaskan tentang
ketentuan hukum mengambil atau meninggalkan dunia sebagai berikut :
a)
Berpaling dari dunia maksiat, hukumnya wajib.
b)
Berpaling dari dunia halal, hukumnya sunat.
c)
Meninggalkan dunia makruh, hukumnya juga sunat.
d)
Mengambil dunia halal yang digunakan untuk menolong berbuat kebajikan
yang bermanfaat di akhirat, hukumnya juga sunat.
e)
Mengambil dunia halal sekedar hajat jika benar-benar digunakan untuk
menolong berbuat taat melaksanakan kewajiban demi mengangkat derajad keimanan,
hukumnya wajib.
Pendapat K.H. Ahmad Rifa'i di atas sesuai
dengan pandangan sebagian ulama shufi bahwa dunia itu tak perlu dibenci
secara berlebihan karena dunia merupakan anugrah Allah yang perlu diterima,
dinikmati, dan disyukuri, bukan harus diingkari. Berkaitan dengan hal ini
Rasulullah SAW. Bersabda :
الدنيا مزرعة للأخرة
Artinya : Dunia adalah kebun bagi akhirat.
2.
Itba’ Al-Hawa.
Oleh karena itu, hawa nafsu harus dikekang dan
diperangi agar manusia dapat meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat yang
melanggar hukum syara'. Karena hawa nafsu merupakan pangkal dari
perbuatan maksiat. Seperti dikatakan oleh Muhammad bin Ibrahim :
أصل كل الشرر ضا ؤك عن نفسك مأوى الضر
Artinya : Setiap perbuatan jahat itu berasal
dari kerelaanmu terhadap keinginan nafsumu untuk menjadi tempat penderitaan.
3.
Thama’
Sifat
rakus seperti itu, sangat tercela dan membahayakan bagi manusia. Karena ia
dapat mengakibatkan timbulnya rasa dengki, iri, dan permusuhan antar sesama
manusia, serta perbuatan-perbuatan keji dan munkar, sehingga manusia lupa
kepada Allah dan lupa kepada kebahagiaan hidup yang abadi di akhirat.
Oleh sebab itu, orang yang sangat rakus
terhadap keduniawian menjadi orang yang paling hina di sisi Allah. Sebab ia
tidak lagi menyadari bahwa dirinya itu hamba Allah yang seharusnya mengabdi
kepada-Nya, melainkan menjadi budaknya dunia. Hal ini sejalan dengan ungkapan
Ibrahim bin Ismail dalam kitabnya Syarh Ta'lim al-Muta'lim berikut ini :
هي الدنيا أقل من القليل وعاشقتها أذل من الذليل
Artinya
: Itulah dunia lebih sedikit dari segala yang sedikit, dan orang yang rakus
kepadanya lebih hina dari orang-orang yang hina.
Sesuai pula dengan hadist Nabi yang
diriwayatkan Ibnu Majah, al-Tirmidzi, dan al-Hakim dari Sahal bin Sa'ad bahwa
Rasulullah SAW bersama sahabat-sahabatnya melewati seekor kambing yang sudah
mati, lalu beliau bersabda :
أنرون هذه الشاه هينه على أهلها؟ قالوا من
هوانها ألقوها فال والذى نفسى بيده للدنيا أهون على الله من هذه الشاة على أهلها
ولو كانت الدنيا
Artinya
: Tidaklah kalian melihat kambing ini hina bagi pemiliknya? Para sahabat
berkata : karena kehinaannya, mereka melempar kambing itu Rasulullah bersabda :
Demi Dzat yang menguasai jiwaku, sesungguhnya dunia itu lebih hina bagi Allah
dari pada kambing ini bagi pemiliknya. Seandainya dunia ini seimbang di sisi
Allah dengan sayap seekor nyamuk, niscaya Allah tidak memberikan minum kepada
orang kafir seteguk air dari dunia.
Menurut al-Ghazali hadits ini dinilai hasan oleh al-Tirmidzi.
Orang yang sangat rakus terhadap keduniaanm demikian menurut K.H.
Ahmad Rifa'i, tidak akan pernah merasa puas, sehingga ia terus mengejarnya
sampai binasa, sebagaimana diungkapkan dalam bait nazham berikut ini :
Perumpamaan orang yang rakus mengejar keduniawian adalah seperti orang yang
meminum air laut setiap bertambah meminumnya, maka semakin bertambah dahaga
yang tidak ada rasa puasnya bahkan sampai datang ajalnya kepada orang yang
meminum air laut yang asin.
Bait nazham di atas mengibaratkan orang yang rakus terhadap
keduniawian seperti orang yang minum air
laut. Semakin banyak ia minum, maka semakin bertambah kuat rasa dahaganya, dan
akhirnya ia mati karena perutnya penuh air. Seperti inilah orang yang rakus
terhadap keduniawian. Semakin banyak mengenyam kemewahan dunia, maka ia semakin
tergila-gila untuk mengejar kemewahan tersebut. Ia tenggelam dalam kesibukan
duniawi yang diduganya dapat memberikan kebahagiaan hidup yang abadi. Pada
akhirnya ia lalai kepada Allah dan lalai terhadap kebahagiaan hidup yang sejati
dan abadi di akhirat
4.
Hasad.
Hasd
harus dihindari dan ditinggalkan karena merupakan dosa besar dan haram
hukumnya. Orang yang memiliki sifat hasad akan disiksa di neraka Jahim,
sebagaimana diungkapkan dalam lanjut bait nazham : Adalah dosa besar
wajib mundur/ meninggalkannya kemudian taubat, dosanya akan lebur orang yang hasad
disiksa di neraka Jahim takutlah terhadap siksa yang abadi berlindunglah kepada Allah dari sifat hasad
yang haram menurut hukum syara’.
Ungkapan di atas menegaskan bahwa hasad hukumnya
haram karena sifat hasad menentang ketentuan Allah (qadr), dalam
arti tidak ridha terhadap kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah bagi-bagikan
kepada hamba-hamba-Nya. Hal ini dapat dipahami dari hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dan Anas :
كاد الفقر أن يكون الكفر وكاد الحسد أن يعلب
القدر
Artinya
: Kemiskinan itu nyaris menjadi kekufuran, dan kedengkian itu nyaris
mengalahkan ketentuan Allah (qadr).
Dalam pada itu hasad dapat menghancur
leburkan seluruh amal kebajikan yang telah dilakukan oleh seorang hamba,
sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah :
إياكم والحسد فإن الحسد يأكل الحسنات كما تأكل
النار الحطب
Artinya : Hindarilah sifat hasad, karena sifat hasad itu
memakan amal-amal kebajikan seperti api yang memakan kayu bakar.
Inilah
diantara hal-hal yang menyebabkan hasad menjadi hukumnya haram.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hub. Al-Dunya ialah mencintai dunia yang disangka mulia dan
di akhirat menjadi sia-sia. Itba' al-Hawa berarti sikap menuruti hawa
nafsu untuk melakukaan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh hukum Syara'. thama' berarti sifat rakus yang sangat berlebihan terhadap keduniawian,
sehingga tidak mempertimbangkan apakah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh
keduniaawian itu hukumnya halal dan haram, yang penting dapat memperoleh
kemewahan hidup di dunia. Hasad berarti,
mengharapkan sirnanya kenikmatan Allah yang berada pada orang Islam baik berupa
kebajikan ilmu, ibadah yang sah dan jujur, harta, maupun yang semisalnya.
B. Saran
Kita sebagai
umat muslim seharusnya bisa mengambil
hikmah dari pembahasan mengenai Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’, dan Hasad yang telah dibahas diatas.
Dengan demikian, kita bisa menilai dari segi positifnya bahwa dalam kehidupan sehari-hari ahklak tercela harus dihindari dan lebih menerapkan akhlak terpuji.
.
Daftar
Pustaka
Ahmad Rifa'I, Abyan al-Hawaij, Juz
II-VI
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya 'Ulum al-Din,
Jilid III, Dar al-Fikr, Beirut : Libanon
Ibid.
Al-Suyuthi, Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman bin Abi Bakar, Al-Jami’
al-Shaghir fi al-Hadits al-Basyir al-Nadzir, Dar al-Katib al-Arabi li
al-Thiba’at wa an-Nadzir, Kairo, 1967
Al-Qur'an dan Terjemahnya, Mujama’ Khadimal-Haramain asy-Syarifain al-Malik Fadhn li Thiba’ah
al-Mushhaf asy-Syarif, Madinah Munawwarah,1412 H
Rifa’i, Abyan,
Op. Cit., Juz V
Al-Syaikh Ismail bin Muhammad al-Ajluni al-Jarahi, Kasyf al-Khafa’
wa Muzil al-Ibas ‘Ama Isytahara min al- Hadits ‘ala Alsinat al-Nas, Juz I,
Cet-II, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, 1351 H
Rifa’i, Ri’ayat
al-Himmat, Juz II
Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim al-Muta’alim, Mathbha’at Usaha
Keluarga, Semarang, t.th.,
Al-Ghazali,Op.
Cit., jilid III.
Rifa’I, Ria’yat,
Op. Cit., Juz II
Rifa’I, Ria’yat,
Op. Cit., Juz II
Al-Qur'an dan Terjemahnya, Op. Cit.,
Muhammad bin Ibrahim, Op. Cit., Juz I
Rifa'i, Riayat,
Op. Cit., Juz II,
Al-Ghazali, Op.
Cit., Jilid III.
Loc.
Cit.
Al-Suyuthi, Op. Cit., hal. 231. Lihat juga al-Ghazali, Op.
Cit., Jilid III,. Hadits ini dinilai dha’if oleh al-Suyuthi, meskipun demikian tetap
diamalkan di kalangan para shufi, karena kualitas hadits tidak menjadi
pokok perhatian mereka.
Abu Abd Allah Muhammad bin Yazid al-Qozwini
bin Majat, Sunan Ibn Majat, ditahkik oleh Muhammad Fuad al-Baqi, Jilid
II, bab zuhd, hadits ke-22, Dar al-Fikr, t.t,. Lihat juga Abu Daud
Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, ditahkik oleh
Said Muhammad al-Ilham, Jilid II, bab adab, hadits ke-44, Dar al-Fikr,
1410 H.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar