Senin, 16 Desember 2013

makalah : hub. al-dunya, itba' al-hawa', dan hasad


Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas materi kuliah Akhlaq-Tasawuf yang diampu oleh bapak Prof.Dr. Alwan Khoiri

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPeq1K5OESF4PKcbd2uoEH-P3vXaRts42EtfI4fcC4lAGVrWIqf6-LFmmfKMLSMXNHFBrolqXVEhIj_ntV4l5z3TnHHgF3ESCoz6sYIVsDuf2oiNzGByedQlOzWPOHwEopp7_W1MO7xV8/s200/logo-uin-suka.jpg







                                     

Disusun Oleh :
1.       Dina Nabilasya z                     NIM : (13120072)
2.       Nafi’ Rotus Sholikah.            NIM : (13120068)


UIN SUNAN KALIJAGA
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin.Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.
Puji syukur marilah kita haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberi rahmat kepada kita semua.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada  junjungan kita nabi besar Muhammad SAW.
Penulis menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah AKHLAQ-TASAWUF  yang diampu oleh bapak Prof.Dr. Alwan Khoiri. Dalam menulis makalah ini, penyusun merasa banyak kekurangan dan kekhilafan dikarenakan penyusun masih dalam tahap belajar.
Akan tetapi, harapan penyusun semoga makalah ini benar-benar  bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan semoga kita memperoleh rida Allah SWT.
            Amin ya rabbal ‘alamin.

                                                                            




Yogyakarta, 10 September 2013
                                                                                               

 Penyusun






DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………...…….i
Daftar Isi………………………………………………………………................... ii Pendahuluan
A.    Latar Belakang Masalah…………………………………………..…….1
B.     Rumusan Masalah…………………………………………….…….…..2
Pembahasan
A.   Apakah pengertian dari akhlak tercela ………………………………………………………1
B.      Apa pengertian Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad ……...……………………………2
C.     Penjelasan mengenai Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad ….3
Penutup
A.    Kesimpulan……………………………………………………………..1
B.     Saran……………………………………………………………………2
        Daftar Pustaka………………………………………………………….iii

              










BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang  Masalah.
Dewasa ini tindakan kejahatan semakin meningkat. Berita-berita tentang kriminal seperti pencurian kendaran (curanmor), perampokan, penipuan bahkan pemerkosaan hampir setiap hari kita lihat baik melalui televisi, media cetak maupun media masa lain. Hal ini menunjukan bahwa moralitas atau akhlak manusia semakin menurun.
Akhlak sangat berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki manusia. Sifat yang dimiliki manusia adalah sifat baik dan sifat tercela (buruk). Sifat-sifat tersebut tergantung  bagaimana manusia menyikapinya. Seseorang yang mempunyai sifat baik dan selalu mengisi hati dan perilakunya dengan hal-hal yang baik, maka ia akan terhindar dari tindakan-tindakan yang tercela dan yang merugikan orang lain. Bagitupula sebaliknya, apabila seseorang memiliki sifat-sifat tercela namun tidak berusaha membuang sifat-sifat tercela itu maka sifat tercela tersebut akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang bisa merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Sebagai tolak ukur perilaku manusia maka sifat baik dan dan sifat tercela perlu dipahami oleh setiap orang, sehingga ia dapat membedakan bagaimana sifat baik dan sifat tercela. Setelah ia paham maka akan mudahlah baginya untuk melakukan tazkiyat al-nafs (membersihkan jiwa) yang merupakan salah satu tujuan terpenting dalam dunia tasawuf.



B.   Rumusan Masalah.

Permasalahan yang kami angkat pada makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian dari akhlak tercela?
2. Apa pengertian Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad?
3. Penjelasan mengenai  Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad?

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian dari Akhlak Tercela.
Seorang hamba yang ingin mendekatkan diri kepada Allah harus terlebih dahulu mengosongkan dirinya dari akhlak yang tercela kemudian mengisinya dengan akhlak yang terpuji karena Allah adalah Dzat Yang Maha Suci hanya dapat didekati oleh hamba-Nya yang suci jiwanya.

B.    Pengertian Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad.
1)      Hub al-Dunya
Hub al- Dunya menurut bahasa adalah mencintai dunia, adapun menurut istilah adalah mencintai dunia yang disangka mulia dan di akhirat menjadi sia-sia.
Definisi di atas dapat dipahami bahwa hubb al-dunya berarti mencintai kehidupan dunia dengan melalaikan kehidupan akhirat. Di sini timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan dunia? Segala sesuatu yang tidak membawa manfaat di akhirat, menurut K.H Ahmad Rifa'I, itulah yang dinamakan dunia, dan disebut juga dengan dunia haram. Dengan perkataan lain bahwa dunia haram adalah hal-hal yang bersifat duniawi yang tidak digunakan untuk mendukung taat beribadah kepada Allah, sehingga keduniawian tersebut tidak bermanfaat untuk kehidupan di akhirat. Begitu juga harta banyak yang halal tetapi tidak dibelanjakan di jalan Allah, seperti tidak dikeluarkan zakatnya, tidak digunakan untuk infaq fi sabilillah, dan tidak digunakan untuk shodaqoh, maka harta tersebut menjadi fitnah dan termasuk dunia haram.
2)  Itba' al-Hawa
Dalam kitab Ri'ayat al-Himmat diungkapkan definisi Itba' al-Hawa sebagai berikut : Itba' al-Hawa menurut bahasa berarti mengikuti hawa nafsu adapun menurut Istilah syara' berarti orang lebih mengikuti jeleknya hati yang diharamkan oleh hukum syari'at itulah orang mengikuti hawa maksiat.
Definisi di atas dapat dipahami bahwa Itba' al-Hawa berarti sikap menuruti hawa nafsu untuk melakukaan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh hukum Syara'. Orang yang mengikuti hawa nafsu, demikian menurut K.H. Ahmad Rifai' , berarti buta mata hatinya karena ia tidak mengetahui adanya Allah. Orang yang seperti ini akan tersesat dari jalan Allah, bahkan menjadi kawannya setan, dan ia melupakan kebagiaan hidup yang kekal dan hakiki di akhirat
Pendapat K.H. Ahmad Rifa'I ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Shad ayat 26:

ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله إن الذين يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديد بما نسوا يوم الحسا    
Artinya : Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat siksa yang sangat pedih karena meneka melupakan hari penghitungan.”

3)  Al-Thama'
      K.H. Ahmad Rifa'I memberikan definisi al-thama' sebagai berikut : Yang dimaksud thama' menurut tarajumah adalah rakus hatinya. Sedang menurut istilah adalah sangat berlebihan cintanya terhadap dunia tanpa memperhitungkan haram yang besar dosanya.
      Definisi di atas dapat dipahami bahwa thama' berarti sifat rakus yang sangat berlebihan terhadap keduniawian, sehingga tidak mempertimbangkan apakah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh keduniaawian itu hukumnya halal dan haram, yang penting dapat memperoleh kemewahan hidup di dunia.

4)  Hasad
Definisi al-hasad diungkapkan dalam kitab Ri'ayat al-Himmat sebagai berikut : Hasad menurut bahasa berarti dengki, sedang menurut istilah syara' berarti, mengharapkan sirnanya kenikmatan Allah yang berada pada orang Islam baik berupa kebajikan ilmu, ibadah yang sah dan jujur, harta, maupun yang semisalnya.
Sementara al-Ghazali memberikan definisi, hasad adalah benci kepada kenikamatan dan menyukai hilangnya kenikmatan itu dari orang Islam yang diberi kenikmatan tersebut. Dengan demikian hasad berarti mengharapkan hilangnya kenikmatan dari orang lain.

C.   Penjelasan mengenai Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’ dan Hasad.

1.     Hub. Al-Dunya
Sejalan dengan pendapat KH. Ahmad Rifa'i, al-Ghazali mengatakan bahwa segala sesuatu yang memberikan keuntungan, bagian, tujuan, nafsu syahwat, dan kelezatan kepada manusia yang diperoleh langsung sebelum mati disebut dunia.
Selanjutnya al-Ghazali menjelaskan lebih rinci tentang pengertian dunia sebagai berikut:
a.       Sesuatu yang menemani manusia di akhirat dan pahalanya kekal bersamanya sesudah mati, yakni ilmu dan amal, ini tidak tergolong dunia melainkan akhirat. Adapun ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu tentang Allah, sifat-sifatNya, af'alNya, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, alam malakut bumi dan langitNya, serta ilmu yang disyari'atkan oleh nabiNya. Sedangkan amal yang dimaksud di sini adalah amal ibadah yang ikhlas karena Allah semata
b.      Segala sesuatu yang memberikan keuntungan dan kelezatan kepada manusia yang langsung diperoleh di dunia akan tetapi tidak memberikan pahala baginya di akhirat, seperti kelezatan yang diperolehnya dengan melakukan segala macam perbuatan maksiat dan bersenang-senang dengan hal-hal yang mubah akan tetapi melewati kadar kebutuhan, maka hal ini tergolong dunia yang tercela.
c.       Segala sesuatu yang memberikan keuntungan kepada manusia dan langsung diperoleh di dunia untuk menolong kepada amal perbuatan akhirat, seperti sekedar makanan, pakaian sederhana, dan lain sebagainya yang merupakan sarana pokok demi kelangsungan hidup manusia dan kesehatannya agar dapat menghantarkan kepada ilmu dan amal, maka hal ini tergolong akhirat karena makanan, pakaian, dan kebutuhan pokok tersebut digunakan sebagai sarana untuk menolong amal perbuatan akhirat. Namun demikian, jika faktor yang mendorongnya hanya sekedar memperoleh keuntungan langsung di dunia, tidak dijadikan sebagai sarana untuk taqwa kepada Allah, maka hal ini bukan tergolong akhirat melainkan tergolong dunia.
Memperhatikan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan dunia ialah segala sesuatu yang tidak dijadikan sarana untuk takwa kepada Allah dan tidak membawa manfaat di akhirat.
Seseorang yang mencintai  dunia akan mengakibatkan dirinya  banyak melakukan kesalahan dan berbuat dosa seperti berbuat maksiat, keji, dan munkar, karena ia melupakan Allah SWT. Sebagaimana Rasulullah SAW  menjelaskan: "Cinta terhadap dunia merupakan pangkal setiap kesalahan". Dijelaskan juga dalam al-Qur'an: "Dan celakalah bagi orang-orang kafir karena mendapat siksaan yang sangat pedih, yaitu orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat".

Dengan demikian setiap orang mukmin harus senantiasa beramal demi memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat jangan tergiur dan terpukau oleh kemewahan dunia, seperti kekayaan, pangkat, kesenangan, dan kenikmatan, kecuali sekedar hajat yang diperlukan untuk menolong beribadah kepada Allah. Disamping itu, hati seorang mukmin tidak boleh bergantung kepada kemewahan dunia karena hal tersebut dapat melupakan Allah dan melalaikan kebahagiaan hidup di akhirat. Berkaitan hal ini K.H Ahmad Rifa'i mengatakan : Wajib berpaling dari dunia maksiat sunat berpaling dari dunia halal juga sunat meninggalkan (dunia) makruh sunat mengambil dunia halal yang dijadikan pertolongan untuk melakukan kebijakan yang bermanfaat di akhirat wajib mengambil dunia yang diperlukan yang halal jika tentu menolong taat terhadap kewajiban kemudian hasilnya mengangkat derajad.
Bait nazam di atas menjelaskan tentang ketentuan hukum mengambil atau meninggalkan dunia sebagai berikut :
a)      Berpaling dari dunia maksiat, hukumnya wajib.
b)      Berpaling dari dunia halal, hukumnya sunat.
c)      Meninggalkan dunia makruh, hukumnya juga sunat.
d)     Mengambil dunia halal yang digunakan untuk menolong berbuat kebajikan yang bermanfaat di akhirat, hukumnya juga sunat.
e)      Mengambil dunia halal sekedar hajat jika benar-benar digunakan untuk menolong berbuat taat melaksanakan kewajiban demi mengangkat derajad keimanan, hukumnya wajib.
Pendapat K.H. Ahmad Rifa'i di atas sesuai dengan pandangan sebagian ulama shufi bahwa dunia itu tak perlu dibenci secara berlebihan karena dunia merupakan anugrah Allah yang perlu diterima, dinikmati, dan disyukuri, bukan harus diingkari. Berkaitan dengan hal ini Rasulullah SAW. Bersabda :
الدنيا مزرعة للأخرة
 Artinya : Dunia adalah kebun bagi akhirat.
2.      Itba’ Al-Hawa. 
Oleh karena itu, hawa nafsu harus dikekang dan diperangi agar manusia dapat meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat yang melanggar hukum syara'. Karena hawa nafsu merupakan pangkal dari perbuatan maksiat. Seperti dikatakan oleh Muhammad bin Ibrahim :

أصل كل الشرر ضا ؤك عن نفسك مأوى الضر
Artinya : Setiap perbuatan jahat itu berasal dari kerelaanmu terhadap keinginan nafsumu untuk menjadi tempat penderitaan.
3. Thama’
Sifat rakus seperti itu, sangat tercela dan membahayakan bagi manusia. Karena ia dapat mengakibatkan timbulnya rasa dengki, iri, dan permusuhan antar sesama manusia, serta perbuatan-perbuatan keji dan munkar, sehingga manusia lupa kepada Allah dan lupa kepada kebahagiaan hidup yang abadi di akhirat.
Oleh sebab itu, orang yang sangat rakus terhadap keduniawian menjadi orang yang paling hina di sisi Allah. Sebab ia tidak lagi menyadari bahwa dirinya itu hamba Allah yang seharusnya mengabdi kepada-Nya, melainkan menjadi budaknya dunia. Hal ini sejalan dengan ungkapan Ibrahim bin Ismail dalam kitabnya Syarh Ta'lim al-Muta'lim berikut ini :

هي الدنيا أقل من القليل وعاشقتها أذل من الذليل
Artinya : Itulah dunia lebih sedikit dari segala yang sedikit, dan orang yang rakus kepadanya lebih hina dari orang-orang yang hina.
Sesuai pula dengan hadist Nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah, al-Tirmidzi, dan al-Hakim dari Sahal bin Sa'ad bahwa Rasulullah SAW bersama sahabat-sahabatnya melewati seekor kambing yang sudah mati, lalu beliau bersabda :
أنرون هذه الشاه هينه على أهلها؟ قالوا من هوانها ألقوها فال والذى نفسى بيده للدنيا أهون على الله من هذه الشاة على أهلها ولو كانت الدنيا
Artinya : Tidaklah kalian melihat kambing ini hina bagi pemiliknya? Para sahabat berkata : karena kehinaannya, mereka melempar kambing itu Rasulullah bersabda : Demi Dzat yang menguasai jiwaku, sesungguhnya dunia itu lebih hina bagi Allah dari pada kambing ini bagi pemiliknya. Seandainya dunia ini seimbang di sisi Allah dengan sayap seekor nyamuk, niscaya Allah tidak memberikan minum kepada orang kafir seteguk air dari dunia.
Menurut al-Ghazali hadits ini dinilai hasan oleh al-Tirmidzi.
Orang yang sangat rakus terhadap keduniaanm demikian menurut K.H. Ahmad Rifa'i, tidak akan pernah merasa puas, sehingga ia terus mengejarnya sampai binasa, sebagaimana diungkapkan dalam bait nazham berikut ini : Perumpamaan orang yang rakus mengejar keduniawian adalah seperti orang yang meminum air laut setiap bertambah meminumnya, maka semakin bertambah dahaga yang tidak ada rasa puasnya bahkan sampai datang ajalnya kepada orang yang meminum air laut yang asin.
Bait nazham di atas mengibaratkan orang yang rakus terhadap keduniawian seperti orang yang  minum air laut. Semakin banyak ia minum, maka semakin bertambah kuat rasa dahaganya, dan akhirnya ia mati karena perutnya penuh air. Seperti inilah orang yang rakus terhadap keduniawian. Semakin banyak mengenyam kemewahan dunia, maka ia semakin tergila-gila untuk mengejar kemewahan tersebut. Ia tenggelam dalam kesibukan duniawi yang diduganya dapat memberikan kebahagiaan hidup yang abadi. Pada akhirnya ia lalai kepada Allah dan lalai terhadap kebahagiaan hidup yang sejati dan abadi di akhirat
4.     Hasad.
Hasd harus dihindari dan ditinggalkan karena merupakan dosa besar dan haram hukumnya. Orang yang memiliki sifat hasad akan disiksa di neraka Jahim, sebagaimana diungkapkan dalam lanjut bait nazham : Adalah dosa besar wajib mundur/ meninggalkannya kemudian taubat, dosanya akan lebur orang yang hasad disiksa di neraka Jahim takutlah terhadap siksa yang abadi  berlindunglah kepada Allah dari sifat hasad yang haram menurut hukum syara’.
Ungkapan di atas menegaskan bahwa hasad hukumnya haram karena sifat hasad menentang ketentuan Allah (qadr), dalam arti tidak ridha terhadap kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah bagi-bagikan kepada hamba-hamba-Nya. Hal ini dapat dipahami dari hadits Nabi yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dan Anas :

كاد الفقر أن يكون الكفر وكاد الحسد أن يعلب القدر
Artinya : Kemiskinan itu nyaris menjadi kekufuran, dan kedengkian itu nyaris mengalahkan ketentuan Allah (qadr).
Dalam pada itu hasad dapat menghancur leburkan seluruh amal kebajikan yang telah dilakukan oleh seorang hamba, sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah :

إياكم والحسد فإن الحسد يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب

Artinya : Hindarilah sifat hasad, karena sifat hasad itu memakan amal-amal kebajikan seperti api yang memakan kayu bakar.
Inilah diantara hal-hal yang menyebabkan hasad menjadi hukumnya haram.

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
               Hub. Al-Dunya ialah mencintai dunia yang disangka mulia dan di akhirat menjadi sia-sia. Itba' al-Hawa berarti sikap menuruti hawa nafsu untuk melakukaan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh hukum Syara'. thama' berarti sifat rakus yang sangat berlebihan terhadap keduniawian, sehingga tidak mempertimbangkan apakah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh keduniaawian itu hukumnya halal dan haram, yang penting dapat memperoleh kemewahan hidup di dunia. Hasad berarti, mengharapkan sirnanya kenikmatan Allah yang berada pada orang Islam baik berupa kebajikan ilmu, ibadah yang sah dan jujur, harta, maupun yang semisalnya.

B.   Saran
Kita sebagai umat muslim seharusnya bisa mengambil hikmah dari pembahasan  mengenai Hub. Al-Dunya, Itba’ Al-Hawa, Thama’, dan Hasad yang telah dibahas diatas.
Dengan demikian, kita bisa menilai dari segi positifnya bahwa dalam kehidupan sehari-hari ahklak tercela harus dihindari dan lebih menerapkan akhlak terpuji.
.







Daftar Pustaka
Ahmad Rifa'I, Abyan al-Hawaij, Juz II-VI
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya 'Ulum al-Din, Jilid  III, Dar al-Fikr, Beirut : Libanon
Ibid.
Al-Suyuthi, Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman bin Abi Bakar, Al-Jami’ al-Shaghir fi al-Hadits al-Basyir al-Nadzir, Dar al-Katib al-Arabi li al-Thiba’at wa an-Nadzir, Kairo, 1967
Al-Qur'an dan Terjemahnya, Mujama’ Khadimal-Haramain asy-Syarifain al-Malik Fadhn li Thiba’ah al-Mushhaf asy-Syarif, Madinah Munawwarah,1412 H
Rifa’i, Abyan, Op. Cit., Juz V
Al-Syaikh Ismail bin Muhammad al-Ajluni al-Jarahi, Kasyf al-Khafa’ wa Muzil al-Ibas ‘Ama Isytahara min al- Hadits ‘ala Alsinat al-Nas, Juz I, Cet-II, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, 1351 H
Rifa’i, Ri’ayat al-Himmat, Juz II
Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim al-Muta’alim, Mathbha’at Usaha Keluarga, Semarang, t.th.,
Al-Ghazali,Op. Cit., jilid III.
Rifa’I, Ria’yat, Op. Cit., Juz II
Rifa’I, Ria’yat, Op. Cit., Juz II
Al-Qur'an dan Terjemahnya, Op. Cit.,
Muhammad bin Ibrahim, Op. Cit., Juz I
Rifa'i, Riayat, Op. Cit., Juz II,
Al-Ghazali, Op. Cit., Jilid III.
Loc. Cit.
Al-Suyuthi, Op. Cit., hal. 231. Lihat juga al-Ghazali, Op. Cit., Jilid III,. Hadits ini dinilai dha’if  oleh al-Suyuthi, meskipun demikian tetap diamalkan di kalangan para shufi, karena kualitas hadits tidak menjadi pokok perhatian mereka.
Abu Abd Allah Muhammad bin Yazid al-Qozwini bin Majat, Sunan Ibn Majat, ditahkik oleh Muhammad Fuad al-Baqi, Jilid II, bab zuhd, hadits ke-22, Dar al-Fikr, t.t,. Lihat juga Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, ditahkik oleh Said Muhammad al-Ilham, Jilid II, bab adab, hadits ke-44, Dar al-Fikr, 1410 H., 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar